Minggu, 09 Juli 2017

HINDARI 5 HAL INI KETIKA HARI RAYA

1️⃣.  Menunda-nunda Shalat

Dengan alasan silaturahmi, seseorang kadang menunda-nunda pelaksanaan shalat wajib.

Bersikap lalai dalam shalat telah dinyatakan sebagai dosa besar, berdasarkan firman Allah ta’ala dalam surat Al-Ma’un,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4–5).

Diantara makna “lalai” dalam ayat di atas mencakup : menunda-nunda shalat hingga baru dikerjakan ketika waktu shalat hampir berakhir.

2️⃣. Makan Berlebihan

Sebagian orang ingin "balas dendam" ketika datang hari raya setelah sebelumnya berpuasa satu bulan.

Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.”

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim, Hasan)

3️⃣. Tabarruj

Memang disunnahkan berpakaian rapi di hari raya. Namun sebagian orang berlebihan dalam berpakaian. Sehingga kadang mereka melewati batas syar'i. Mulai dari tidak menutup aurat, berpakaian ketat dan tabarruj (berdandan berlebihan), hal ini biasanya dilakukan oleh para wanita.

Allah ta'ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu." (QS. Al Ahzab : 33)

4️⃣. Bersalaman dengan non mahram

Mengunjungi kerabat biasanya diawali dengan salam-salaman, namun harus selalu diperhatikan jangan sampai bersalaman dengan non mahram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani, Syaikh Albani mengatakan hadits ini Shahih)

5️⃣. Boros

Banyaknya THR yang mungkin kita terima di hari raya, jangan sampai membuat kita jadi bersikap boros. Menuruti semua keinginan mata bukan berdasarkan prioritas kebutuhan kita.

Allah ta'ala berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

"Sesungguhnya orang yang boros (mubadzir) itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya." (QS. Al Isra': 27)

Disarikan dari situs-situs rujukan :
www.muslim.or.id
www.muslimah.or.id
www.almanhaj.or.id
www.rumaysho.com
www.konsultasisyariah.com

======
Broadcasted by :
Tim Donasi Dakwah YPIA Yogyakarta
(Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari)

✉️/085747223366

Sabtu, 08 Juli 2017

DAKWAH TAUHID KEPADA KERABAT DAN KELUARGA

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Allah telah mengutus beliau dengan misi memberi peringatan dari syirik dan untuk mengajak kepada tauhid.” (risalah Tsalatsat al-Ushul)

Dakwah yang mereka serukan adalah ajakan untuk menjadikan Allah -Sang Penguasa langit dan bumi- sebagai satu-satunya sesembahan, satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya tumpuan rasa cinta, takut dan harapan. Mereka menolak segala bentuk persekutuan hak-hak Allah dengan pujaan-pujaan selain-Nya, apakah ia berwujud malaikat, nabi, matahari, bulan, bintang, batu, atau pepohonan. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi Rizki dan Pemilik Kekuatan yang maha dahsyat.

Allah ta’ala menceritakan tentang dakwah Ibrahim ‘alaihis salam kepada ayahnya (yang artinya), “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat, bahkan tidak bisa memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun? Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus itu. Wahai ayahku, janganlah engkau memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada ar-Rahman.” (QS. Maryam: 42-44)

Sebuah dialog yang indah. Sebuah dakwah yang tumbuh dan berkembang karena perasaan kasih sayang kepada sesama. Mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana seorang mencintai kebaikan itu bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itulah para rasul berusaha untuk mengajak sanak keluarganya untuk bersama-sama menjadi hamba Allah semata, bukan hamba selain-Nya. Inilah yang dicontohkan oleh Ibrahim ‘alaihis salam dan juga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahkan segenap para rasul pun memberikan keteladanan yang serupa kepada kita. Adakah seorang anak yang suka ayahnya sendiri menjadi penghuni neraka? Adakah seorang keponakan yang suka apabila pamannya sendiri menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala? Adakah seorang ayah suka apabila anak cucunya menjadi para pelestari tradisi pemujaan terhadap berhala?!

Inilah dakwah yang penuh dengan kasih sayang kepada umat manusia. Dakwah yang mengajak mereka untuk mengentaskan diri dari berlapis-lapis kegelapan menuju cahaya. Dari kegelapan dosa dan maksiat menuju cahaya ketaatan. Dari kegelapan kekafiran menuju cahaya keimanan. Dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dari kegelapan bid’ah menuju cahaya sunnah. Inilah dakwah yang akan mempertemukan nenek moyang dan keturunan mereka di atas jembatan keimanan dan tauhid yang tertanam kuat dalam hati sanubari dan merasuk dalam sendi-sendi kehidupan.

Inilah dakwah yang akan menyelamatkan diri seorang dan sanak kerabatnya dari jilatan api neraka. Inilah dakwah yang mencetak generasi yang berbakti kepada ayah bunda. Inilah dakwah yang mencetak para pemuda yang tumbuh dewasa di atas ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Inilah dakwah yang mendidik para wanita beriman yang patuh kepada perintah Allah ta’ala, agar mereka menjulurkan jilbab-jilbab mereka dan tidak bersolek sebagaimana tingkah laku wanita jahiliyah. Inilah dakwah yang akan menundukkan hati-hati manusia kepada hukum Rabb alam semesta.

Oleh sebab itu, sudah semestinya bagi setiap penuntut ilmu untuk memiliki semangat dalam menebarkan cahaya hidayah ini kepada umat manusia, terlebih lagi kepada saudara dan keluarganya. Sungguh, apabila seorang saja yang mendapatkan hidayah dari Allah dengan perantara dirinya maka itu jauh lebih berharga daripada unta-unta yang berwarna merah. Maka bagaimana lagi jika sepuluh orang, seratus orang, atau bahkan jutaan orang mendapatkan hidayah melalui tangannya.

SELENGKAPNYA: https://muslim.or.id/9964-dakwah-tauhid-kepada-keluarga.html

MOMEN LEBARAN KESEMPATAN MEMPRAKTEKAN AKHLAK KARIMAH

Saling mengunjungi antar-kerabat, antar-tetangga dan teman baik menjadi aktifitas yang rutin dilakukan ketika lebaran. Pada tulisan terdahulu, telah dijelaskan bahwa aktifitas ini dibolehkan dalam syari’at bahkan merupakan perbuatan yang memiliki landasan dalil.

Dengan aktifitas ini, anggota keluarga dan kerabat pun saling bertemu atau bahkan berkumpul di satu tempat. Para tetangga pun saling berjumpa satu sama lain, juga dengan teman-teman yang dikenal. Berangkat dari semua ini, momen lebaran tentunya menjadi kesempatan tersendiri bagi seorang muslim untuk mempraktekan akhlak karimah, tentunya tanpa harus melanggar aturan syari’at.

Terlebih lagi bagi para penuntut ilmu agama dan orang-orang yang berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, momen ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa anda berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bukan hanya dalam aqidah dan ibadah namun juga dalam akhlak, dan akhlak mulia adalah hasil dari pelajaran tauhid yang anda terapkan.

Diantara akhlak mulia yang dapat dipraktekkan antara lain:

Memperbanyak senyum
Wajah yang penuh senyuman adalah akhlak Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Sahabat Jarir bin Abdillah Radhiallahu’anhu berkisah:

مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ، وَلاَ رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي

“Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah menghindari aku jika aku ingin bertemu dengannya, dan tidak pernah aku melihat beliau kecuali beliau tersenyum padaku” (HR. Bukhari, no.6089).

Beliau juga memerintahkan hal tersebut kepada ummatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

تبسمك في وجه أخيك لك صدقة

“Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah” (HR. Tirmidzi 1956, ia berkata: “Hasan gharib”. Di-shahih-kan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib)

Bermuka cerah dan ramah
Tidak sepatutnya seorang muslim bermuka masam kepada saudaranya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, walaupun itu berupa cerahnya wajahmu terhadap saudaramu” (HR. Muslim, no. 2626)

Berkata-kata yang baik dan sopan
Allah memerintahkan hamba-Nya berkata yang baik. Allah Ta’ala berfirman:

>وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“… dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (QS. Al Baqarah: 83)

Para da’i serta penuntut ilmu agama lebih ditekankan lagi untuk mampu berkata baik dan sopan. Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih” (QS. Fushilat: 33)

Jika tidak mampu berkata baik, maka diam itu lebih baik. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah yang baik atau diam” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47)

SELENGKAPNYA: https://muslim.or.id/6791-momen-lebaran-kesempatan-mempraktekan-akhlak-karimah.html

Apa Tujuan Menuntut Ilmu yang Sebenarnya?

Muslim.Or.Id:

Perlu kita ingat kembali bahwa ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar bisa mengamalkan ilmu tersebut.
.
Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak bisa mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan “ilmu yang tidak berkah.” Tujuan utama ilmu tidak tercapai yaitu diamalkan. Ilmu tersebut bahkan sia-sia karena tidak bisa menjaga orang yang mengetahui ilmu tersebut.
.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
.
Selengkapnya: https://muslim.or.id/29935-penyebab-tidak-berkahnya-ilmu.htmlx

Kamis, 06 Juli 2017

Banyak Anak, Banyak Masalah?

Muslim.Or.Id:
Oleh: Ust. Abu Ubaidah As Sidawi

Memperoleh anak merupakan tujuan utama sebuah pernikahan. Rasulullah telah menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki banyak anak dg menikahi wanita yang subur calon banyak anak dan melarang menikahi wanita yang mandul.

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فقال : إِنِّيْ أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ, وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ, أَفَأَتَزَوَّجُهَا ؟ قَالَ : لاَ, ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ, ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ, فَقَالَ : تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ, فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ الأُمَمَ

Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya menyenangi seorang wanita berpangkat serta berparas cantik, tetapi dia tidak melahirkan (mandul), apakah saya menikahinya? Jawab Nabi, Tidak. Kemudian datang lagi kedua kalinya, beliau tetap melarangnya. Kemudian datang lagi ketiga kalinya, beliau bersabda, Nikahilah wanita yang penuh kasih dan melahirkan, karena saya berlomba-lomba memperbanyak umat. (HR Abu Dawud: 2052, dishahihkan Al Albany dalam Jami As-Shahih: 5251)

Hadits ini mengandung dua faedah penting kepada kita:
1. Larangan menikahi wanita yang mandul. Misalnya diketahui bahwa wanita tersebut tidak mengeluarkan darah haidh atau pernah dinikahi seorang laki-laki namun tidak melahirkan anak. Imam Nasai membuat bab tentang hadits ini dengan perkataannya Bab Larangan Menikahi Wanita Mandul.
2. Anjuran menikahi wanita yang mempunyai dua sifat di atas, yaitu penuh kasih dan melahirkan.

Dua sifat ini harus terpenuhi. Artinya, wanita yang melahirkan tetapi tidak penuh kasih, belum cukup. Dan wanita yang penuh kasih tetapi tidak melahirkan juga tidak dapat meraih tujuan pernikahan, yaitu memperbanyak umat Islam.

Dua sifat ini dapat diketahui dengan melihat pada kerabat dan keluarganya. Karena secara tabiat, biasanya sifat mereka serupa antara satu sama lain.

Anak adalah anugerah dan permata kita di dunia serta penghibur hati kita, dan yang tidak kalah pentingnya anak adalah ladang pahala bagi kita, yg mendoakan kita tatkala sudah meninggal dunia dan mengangkat derajat kita di surga.

Maka jangan ragu bahwa perintah agamamu pasti membawa kebaikan untukmu. Jangan percaya dengan slogan-slogan semu yang menjauhkanmu dari rambu-rambu agamamu.

Banyak anak, banyak manfaat dan rezeki. Itu slogan yang benar.... He...

Rabu, 05 Juli 2017

Keutamaan mempelajari zaman Rasulullah

Saudaraku, semoga Allah menyadarkan hati kita dari kelalaian dan penyimpangan, sesungguhnya kemuliaan yang didambakan oleh kaum muslimin tidak akan pernah diraih kecuali dengan menjunjung tinggi ajaran al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya- telah mengabarkan kepada kita, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian orang dengan sebab kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan sebab kitab ini pula.” (HR. Muslim)

Barang siapa yang menyangka kebangkitan dan kemuliaan Islam akan bisa diraih dengan meninggalkan al-Qur’an dan memecah belah kaum muslimin menjadi bergolong-golongan serta membiarkan mereka hanyut dalam kebid’ahan maka sungguh dia telah salah. Sebab Allah jalla wa ‘ala –yang ucapannya adalah ucapan yang paling jujur dan paling sesuai dengan realita- telah berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’: 115). Maka mengikuti jalan para sahabat –yang mereka itu adalah jajaran terdepan kaum mukminin pengikut Nabi- merupakan sebuah keniscayaan. Inilah jembatan emas yang akan mengantarkan kaum muslimin yang cinta kepada Allah dan rasul-Nya untuk meraih surga di akhirat dan kejayaan di dunia.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya dan Allah sediakan untuk mereka surga-surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100). Inilah ayat yang akan memecahkan telinga para hizbiyyun dan ahli bid’ah. Sebuah ayat yang meleraikan segala pertikaian yang dikobarkan oleh syaitan dari kalangan jin dan manusia di tengah-tengah barisan umat Islam. Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan dan jangan kalian mereka-reka ajaran baru. Sebab sesungguhnya kalian telah dicukupkan dengan tuntunan yang ada.”

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu hal maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. an-Nisa’: 58-59). Maka mengikuti pemahaman para sahabat dalam beragama merupakan sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Sementara mereka adalah orang yang paling paham tentang sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan orang-orang yang paling besar pembelaannya kepada perjuangan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak bisa menemukan solusi semata-mata dengan mencomot ayat dan hadits –untuk membela pendapat kita- tanpa mengikuti metode para sahabat dalam memahami dalil-dalil yang ada. Sebuah generasi yang telah mendapatkan tazkiyah/rekomendasi dari utusan Rabb semesta alam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian sesudahnya, dan kemudian sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

SELENGKAPNYA: https://muslim.or.id/1864-kemuliaan-hanya-dengan-kembali-kepada-manhaj-salaf.html

Selasa, 04 Juli 2017

Puasa Sunah Syawal

Muslim.Or.Id:
INILAH TATA CARA PUASA SYAWAL

1- Puasa sunnah Syawal dilakukan selama enam hari

Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa puasa Syawal itu dilakukan selama enam hari. Lafazh hadits di atas adalah: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).

Dari hadits tersebut, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Yang disunnahkan adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Syarhul Mumti’, 6: 464).

2- Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Para fuqoha berkata bahwa yang lebih utama, enam hari di atas dilakukan setelah Idul Fithri (1 Syawal) secara langsung. Ini menunjukkan bersegera dalam melakukan kebaikan.” (Syarhul Mumti’, 6: 465).

3- Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga berkata, “Lebih utama puasa Syawal dilakukan secara berurutan karena itulah yang umumnya lebih mudah. Itu pun tanda berlomba-lomba dalam hal yang diperintahkan.” (Idem)

4- Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang mempunyai kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa qodho’nya di bulan Syawal. Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Bahkan puasa qodho’ itu lebih utama dari puasa enam hari Syawal.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).

Begitu pula beliau mengatakan, “Siapa yang memulai qodho’ puasa Ramadhan terlebih dahulu dari puasa Syawal, lalu ia menginginkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah qodho’nya sempurna, maka itu lebih baik. Inilah yang dimaksud dalam hadits yaitu bagi yang menjalani ibadah puasa Ramadhan lalu mengikuti puasa enam hari di bulan Syawal. Namun pahala puasa Syawal itu tidak bisa digapai jika menunaikan qodho’ puasanya di bulan Syawal. Karena puasa enam hari di bulan Syawal tetap harus dilakukan setelah qodho’ itu dilakukan.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 392).

5- Boleh melakukan puasa Syawal pada hari Jum’at dan hari Sabtu.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa dimakruhkan berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian. Namun jika diikuti puasa sebelum atau sesudahnya atau bertepatan dengan kebiasaan puasa seperti berpuasa nadzar karena sembuh dari sakit dan bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidaklah makruh.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, 6: 309).

Hal ini menunjukkan masih bolehnya berpuasa Syawal pada hari Jum’at karena bertepatan dengan kebiasaan.

Adapun berpuasa Syawal pada hari Sabtu juga masih dibolehkan sebagaimana puasa lainnya yang memiliki sebab masih dibolehkan dilakukan pada hari Sabtu, misalnya jika melakukan puasa Arafah pada hari Sabtu.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/17782-tata-cara-puasa-syawal.html